Setelah menikah, perempuan sebagai istri biasanya hampir pasti akan dihadapkan dengan pilihan untuk (tetap) bekerja kantoran atau menjadi ibu rumah tangga yang stay at home. Lalu sebaiknya pilih yang mana? Tergantung. Walaupun memang jelas berbeda, tapi sudah pasti keduanya sama baiknya. Menjadi istri yang merangkap pekerja kantoran, ataupun menjadi istri yang stay at home, sungguh tidak mengurangi nilai masing-masing pribadi. Contohnya saya dan sahabat saya @nadiasarahw. Nadia yang saat ini adalah working mom, rasanya tidak pernah menunjukan dirinya lebih tinggi derajatnya dari saya, dan sebaliknya, saya yang saat ini memilih untuk menjadi istri yang stay at home pun sepertinya samasekali tidak merasa lebih mulia dari Nadia. Ini adalah pilihan yang kami ambil berdasarkan kebutuhan masing-masing. Bukan hanya sekadar kebutuhan materi, tapi bisa jadi lebih dalam dari itu. Di tulisan kali ini saya akan sharing mengenai menjadi IRT yang stay at home. Bagi yang ingin tau dunia working mom seperti apa, yuk langsung cek postingan sahabatku yaa.
Intermezzo dulu, jadi saya dan Nadia yang sama-sama suka menulis ini baru aja bikin project yang namanya #amiaricollab yang sudah saya rangkum di kategori dengan judul yang sama. Ceritanya mulai bulan ini kita mau posting blog barengan setiap tanggal 7 (tema bebas) dan 21 (tema ditentukan). Kali ini pas banget tema nya tentang peran perempuan nih menyambut Hari Kartini π please enjoy ya..
Cerita saya menuju menjadi IRT yang stay at home
Sebagai istri, salah satu sikap yang paling saya coba biasa terapkan adalah manut pada suami. Dan ya memang sudah merupakan titah agama yang saya anut ya untuk istri agar manut pada suami. Kami yang notabene seusia, dan saya yang ketika singlenya terbiasa mandiri membuat saya seringkali punya pandangan dan pertimbangan sendiri dalam pengambilan keputusan. Tapi semua harus berubah ketika saya sudah menikah. Komunikasi juga adalah kunci. Apapun yang saya pikirkan dan rasakan saya coba utarakan dan diskusikan dengan suami, termasuk soal tetap ngantor atau tidak setelah menikah.
Sebenarnya sudah sejak sebelum menikah persoalan ini kami bahas. Saat itu saya masih bekerja kantoran, dan pandangan calon suami saya yang belum berpengalaman soal ini adalah yang penting ketika nantinya Ia ingin saya resign, itulah saat saya untuk stay at home. Sayapun tetap bekerja kantoran setelah menikah, dan memang masih terikat kontrak juga. Namun setelah menikah dan masih bekerja kantoran, jadi sangat terasa bahwa tipe pekerjaan saya sebelumnya itu cenderung lebih sibuk daripada suami saya. Saat itu mulai terpikirlah sepertinya akan lebih nyaman andaikan saja saya bisa tidak lebih sibuk dari suami saya. Dan di saat yang bersamaan juga saya sudah sangat into makeup dan juga memang cita-cita saya adalah untuk bisa mengasah skill psikologi saya secara freelance.
Saya menikah di bulan Januari 2017 dan kontrak kerja saya waktu itu akan berakhir di Mei 2017. Setelah diskusi panjang dan dalam dengan suami saya, akhirnya kami memutuskan agar saya tidak melanjutkan kontrak kerja, dengan pertimbangan bahwa rejeki kami InsyaAllah ada lewat suami saya, dan saya pun sudah ada rencana untuk aktif cari-cari project freelance psikotes. Semakin dekat hari berakhirnya kontrak kerja rasanya saya semakin happy. Sepertinya ini sudah jalan yang terbaik π Tapi saat saya mengutarakan tidak akan melanjutkan kontrak ke atasan saya, beliau ternyata masih membutuhkan saya ada di dalam tim, at least sampai 6 bulan kedepan saat itu. Setelah mendapat izin dari suami, saya pun akhirnya melanjutkan 6 bulan lagi bekerja di kantor. Dalam perjalanan 6 bulan itu, ternyata saya semakin into makeup, dan suami saya sangat senang dengan hal itu karena Ia pikir alangkah baiknya jika kita bisa membantu diri kita sendiri untuk membangun mimpi kita sendiri, instead of mengerahkan tenaga kita untuk membantu mewujudkan mimpi orang lain (read: yang mpunya perusahaan tempat kita bekerja). Alhasil ketika suami saya ada rejeki lebih, Ia menghadiahi saya amplop investasi agar saya bisa memulai usaha saya sendiri, usaha merintis diri menjadi MUA.
Long story short, finally last day saya di kantor pun tiba. Alhamdulillah akhirnya saya bisa punya waktu lebih banyak di rumah dan berhasil meraih cita-cita saya saat itu, ditambah dapat bonus juga bisa berpenghasilan dari hobi sebagai MUA. Ekspresi yang paling tepat menggambarkan apa yang saya rasa adalah ketika ada teman yang lama tak bersua menanyakan kabar, jawaban saya dari hati yang terdalam adalah “Alhamdulillah bahagia” β€
Lalu bagaimana dengan istri yang bekerja kantoran?
Ya tidak apa-apa juga. Samasekali tidak ada salahnya menjadi istri yang bekerja 8-5 di kantor, selama suami meridhoi. Terlebih lagi jika memang bekerja di kantor sebagai wanita karir adalah passion kalian. Karena menjadi istri, menjadi ibu itu bukan berarti kita harus melepaskan apa yang kita suka sepenuhnya demi keluarga. Peran perempuan sebagai istri, terlebih ibu (bagi yang sudah punya anak) dalam keluarga sangatlah penting. Perempuan harus lebih dulu bahagia, agar bisa membawa kebahagiaan juga ke keluarga kecilnya.
Hal yang sama pun berlaku untuk para istri atau ibu yang harus bekerja kantoran misalnya karena tuntutan ekonomi. Sungguhlah menurut saya kalian itu keren. Pastilah tidak semudah itu memikirkan pekerjaan kantor dan urusan domestik sekaligus setiap harinya. Terlebih jika hati kalian sebenarnya cenderung ada di rumah. Kindly reminder ya kalian harus ikhlas dan jangan lupa bahagia yaa β€
Ingin menjadi IRT yang stay at home?
Ketika orang-orang mengetahui saat ini saya bekerja “seenaknya” (ini betul sih, saya saat ini sangat leluasa memilih pekerjaan yang mau saya ambil atau tidak) seringkali saya mendengar pendapat dari teman bicara saya ini bahwa sebetulnya mereka ingin juga jadi istri yang stay at home, tapi mereka takut bosan karena karakter mereka yang tidak bisa diam.
Sesungguhnya ini tidak akan terjadi. Kita sangat-sangat bisa mengisi waktu-waktu kita dengan beragam hal, jika kita mau. Kecuali jika memang kitanya yang tidak ada inisiatif untuk “mencari pekerjaan” di rumah ya, selain bosan, kemungkinan akan ada rasa tidak berharga yang muncul dari dalam diri kita juga.
Banyak sekali loh sebetulnya yang bisa dikerjakan dari rumah, yang bahkan bisa jadi menghasilkan juga dari segi materi. IRT yang stay at home tidak selalu kucel berdaster dan seharian nonton sinetron kok. Sudah banyak sekali pasti para perempuan yang bekerja dari rumah, mungkin menulis, mungkin jualan online, atau bahkan main saham. Walaupun mungkin masih tetap berdaster sih π
Bahkan sekarang sudah mulai ada (atau justru banyak) juga perusahaan yang membolehkan karyawannya untuk work from home, ini bisa banget juga jadi solusi buat yang ingin stay dirumah tapi masih punya penghasilan tetap π
So para perempuan, kalian tim yang mana nih? Working wife? Atau stay at home wife? Ga masalah yaa apapun itu. Yang penting teruslah lakukan hal-hal yang membuatmu bahagia yaa β€
Selamat Hari Kartini β€
selamat hari kartini! β€ senengnyaa punya sahabat yang beda pemikiran tapi tetep support satu sama lain. leuuuv!
LikeLike
follow me ka
LikeLike
Mau bekerja atau mengurus rumah tangga, keduanya sama-sama hebat dan punya kontribusi masing-masing. Lagipula memang sekarang banyak IRT yang keren-keren, meski hanya di rumah tapi usahanya tetap jalan dari rumah. Omsetnya malah bisa melebihi gaji pegawai kantoran juga kan. Yang penting nggak berhenti berkarya πππ»
LikeLike
Kerja di kantor atau di rumah itu kembali lagi ke orangnya masing2 karena hidup itu pilihan
LikeLike